Senin, 02 Desember 2013

Sanggah Pemerajan


Sanggah Pamerajan berasal dari kata: Sanggah, artinya Sanggar = tempat suci; Pamerajan berasal dari Praja = keluarga. Jadi Sanggah Pamerajan, artinya = tempat suci bagi suatu keluarga tertentu. Untuk singkatnya orang menyebut secara pendek: Sanggah atau Merajan. Tidak berarti bahwa Sanggah untuk orang Jaba, sedangkan Merajan untuk Triwangsa. Yang satu ini kekeliruan di masyarakat sejak lama, perlu diluruskan.

 Sanggah Pamerajan, ada tiga versi:
  • Yang dibangun mengikuti konsep Mpu Kuturan (Trimurti). Pelinggih yang letaknya di ‘hulu’ (kaja-kangin) adalah pelinggih Kemulan (Rong Tiga, Dua, Satu), tidak mempunyai pelinggih Padmasana/ Padmasari.
  • Yang dibangun mengikuti konsep Danghyang Nirarta (Tripurusha). Pelinggih yang letaknya di ‘hulu’ (kaja-kangin) adalah pelinggih Padmasana/ Padmasari, sedangkan pelinggih Kemulan tidak berada di Utama Mandala. 
  •  Kombinasi keduanya. Biasanya dibangun setelah abad ke-14, maka pelinggih Padmasana/ Padmasari tetap di ‘hulu’, namun di sebelahnya ada pelinggih Kemulan.
Trimurti adalah keyakinan stana Sanghyang Widhi sesuai dengan Ang – Ung – Mang (AUM = OM) atau Brahma, Wisnu, Siwa, adalah kedudukan Sanghyang Widhi dalam posisi horizontal, di mana Brahma di arah Daksina, Wisnu di Uttara, dan Siwa di Madya.

Tripurusha adalah keyakinan stana Sanghyang Widhi sesuai dengan Siwa – Sada Siwa – Parama Siwa, adalah kedudukan Sanghyang Widhi dalam posisi vertikal, di mana Parama Siwa yang tertinggi kemudian karena terpengaruh Maya menjadilah Sada Siwa, dan Siwa.

Sanggah Pamerajan dibedakan menjadi 3:
  • Sanggah Pamerajan Alit (milik satu keluarga kecil
  • Sanggah Pamerajan Dadia (milik satu soroh terdiri dari beberapa ‘purus’/ garis keturunan 
  •  Sanggah Pamerajan Panti (milik satu soroh terdiri dari beberapa Dadia dari lokasi Desa yang sama)
Pelinggih di Sanggah Pamerajan (SP):
  • SP Alit: Padmasari, Kemulan Rong Tiga, Taksu
  • SP Dadia: Padmasana, Kemulan Rong Tiga, Limas Cari, Limas Catu, Manjangan Saluang, Pangrurah, Saptapetala, Taksu, Raja Dewata
  • SP Panti: SP Dadia ditambah dengan Meru atau Gedong palinggih Bhatara Kawitan
Palinggih-palinggih lainnya yang tidak teridentifikasi seperti tersebut di atas, disebut ‘pelinggih wewidian’, yaitu pelinggih yang berhubungan dengan sejarah hidup leluhur di masa lampau, misalnya mendapat paica, atau kejumput oleh Ida Bhatara di Pura lain, misalnya dari Pura Pulaki, Penataran Ped, Bukit Sinunggal, dll, maka dibuatkanlah pelinggih khusus berbentuk limas atau sekepat sari.

Pada beberapa SP sering dijumpai pelinggih wewidian ini jumlahnya puluhan, berjejer. Namun disayangkan karena leluhur kita di masa lampau terkadang lupa menuliskan riwayat hidup beliau, sehingga keturunannya sekarang banyak yang tidak tahu, pelinggih apa saja yang ada di SP-nya.

Pelinggih-pelinggih umum yang terdapat di Sanggah Pamerajan adalah stana dalam niyasa Sanghyang Widhi dan roh leluhur yang dipuja:
  • Padmasana/ Padmasari: Sanghyang Tri Purusha, Sanghyang Widhi dalam manifestasi sebagai Siwa – Sada Siwa – Parama Siwa.
  • Kemulan Rong Tiga: Sanghyang Trimurti, Sanghyang Widhi dalam manifestasi sebagai Brahma – Wisnu – Siwa atau disingkat Bhatara Hyang Guru. Ada juga kemulan rong 1 (Sanghyang Tunggal), rong 2 (Arda nareswari), rong 4 (Catur Dewata), rong lima (Panca Dewata).
  • Sapta Petala: Sanghyang Widhi dalam manifestasi sebagai pertiwi dengan tujuh lapis: patala, witala, nitala, sutala, tatala, ratala, satala.  Sapta petala juga berisi patung naga sebagai simbol naga Basuki, pemberi kemakmuran.
  • Taksu: Sanghyang Widhi dalam manifestasi sebagai Bhatari Saraswati (sakti Brahma) penganugrah pengetahuan.
  • Limascari & Limascatu: Sanghyang Widhi dalam manifestasi sebagai ardanareswari: pradana – purusha, rwa bhineda.
  • Pangrurah: Sanghyang Widhi sebagai manifestasi Bhatara Kala, pengatur kehidupan dan waktu.
  • Manjangan Saluwang: Pelinggih sebagai penyungsungan Mpu Kuturan, mengingat jasa-jasa beliau yang meng-ajegkan Hindu di Bali.
  • Raja-Dewata: Pelinggih roh para leluhur (di bawah Bhatara Kawitan).

Rabu, 27 November 2013

Dewata Nawa Sanga

Istilah yang benar: ‘Dewata Nawa Sanga’ artinya: 9 Dewa Utama yang menyangga kehidupan di dunia (sesuai arah mata angin purwa daksina (melingkar sejalan dengan arah jarum jam). Konsep ini berkembang sebagai Ilmu Tantrayana, di mana ajarannya disebut Tantrisme. Tantrisme berkembang menjadi suatu mashab yang maju pesat seiring dengan perkembangan sekte Siwaisme di India. Tantra yakni suatu paham ‘mistik’ yang dasar-dasarnya ada dalam Rgveda.Aspek yang menonjol adalah konsep teologinya yang melihat dari peran ‘sakti’. Di Indonesia Tantrisme dikenalkan oleh Maharaja Airlangga (ketika menjadi pendeta bergelar Rsi Jatayu).

Pemuja pengikut Tantrisme mengelu-elukan Sanghyang Widhi dalam manifestasi sebagai Dewata Nawa Sanga dengan harapan diberi kekuatan dan kesempurnaan hidup serta mendapat vibrasi dari kesaktian para 
Dewa yang menguasai delapan penjuru mata angin (horizontal) dan satu vertikal, lengkap dengan senjata, warna, dan aksara-nya.
- Timur (Purwa); Dewa Ishwara, Wana Putih, Senjata Gentha/Bajra, Aksara Sang
- Tenggara (Agneya); Dewa Mahesora, Warna Merah Muda, Senjata Dupa, Aksara Nang
- Selatan (Daksina); Dewa Brahma, Warna Merah, Senjata Gada, Aksara Bang
- Barat Daya (Nairity); Dewa Rudra, Warna Oranye, Senjata Kadga Mokhsala, Aksara Mang
- Barat (Pascima); Mahadewa, Warna Kuning, Senjata Nagapasa, Aksara Tang
- Barat Laut (Wayabya); Sankara, Warna Hijau, Senjata Dwaja Angkus, Aksara Sing
- Utara (Uttara); Dewa Wisnu, Warna Hitam, Senjata Cakra, Aksara Ang
- Timur Laut (Airsanya); Dewa Sambhu, Warna Abu-abu, Senjata Trosula, Aksara Wang
- Tengah-tengah (Madya) terdiri dari
  • Dasar (adastasana); Dewa Siwa, Warna Catur Warna (Kombinasi putih, merah, kuning, hitam), Senjata Cakra Sudharsana, Aksara Ing
  • Tengah (madyasana); Dewa Sada Siwa, Warna Sarwa Swana (Kombinasi putih, merah muda, oranye, kuning, hijau, hitam, abu-abu), Senjata Bunga Teratai (padma), Aksara Yang
  • Puncak (agrasana), Dewa Parama Siwa, Warna Putih (spatika), Senjata Pustaka (kitab suci) Aksara Ong
 Konsep Dewata Nawa Sanga berkembang menjadi Mantra Asta Mahabhaya, yang digunakan untuk:
  1. Pensucian wilayah dan sarana upakara
  2. Menolak kekuatan jahat
Tradisi beragama Hindu di Bali mengikuti tantrisme dalam bentuk (antara lain):
  1. Patung niyasa Dewa dengan senjata-senjata-Nya
  2. Warna kober, lelontek, hiasan pura, jajan suci, jajan sarad, dan hiasan penjor
  3. Posisi caru mengikuti pangider-ider dewata nawa sanggha misalnya: ayam putih letaknya di timur, dst.
Kalau aksara itu dibaca sesuai arah jarum jam mulai dari timur akan berbunyi:
SA BA TA A I, NA MA SI WA YA
Ini salah satu bukti bahwa mashab tantrik sangat menyatu dengan sekte siwa, khususnya siwa-sidantha yang menjadi inti ajaran Hindu di Bali.
Kenapa mulai dari timur? Karena timur adalah ‘hulu’ karena di timurlah ‘matahari (surya) terbit’. Umat Hindu di Bali penganut sekte Siwa-sidanta, selalu memuja Siwa sebagai yang utama, matahari/ surya sebagai kekuasaan-Nya, karena itu juga bergelar Siwa-Aditya atau Siwa-Raditya.
  • SANG menjadi SA, bila aksara SA tidak menggunakan ardacandra, windu, nadha. Bila menggunakan, tentu bacaannya: SANG, BANG, TANG, … dst.
  • di Bali, aksara suci ini disebut ‘dasa aksara’ (sepuluh aksara suci) di mana aksara ‘ING‘ dan ‘YANG‘ berkumpul di tengah sebagai aksara sentral.
  • aksara ONG (ongkara) terdiri dari ANG - UNG - MANG, di mana mengandung kekuasaan Sanghyang Widhi sebagai uttpti (pencipta), stiti (pemelihara), dan pralina (pemusnah).

Mekingsan ring Gni dan Mekingsan ring Pertiwi

1. “Mekingsan ring Gni” adalah jenis upacara Pitra Yadnya, di mana layon dibakar dengan ‘cita-agni’, yakni api yang dimohonkan oleh Sulinggih kepada Bhatara Brahma.
Prakteknya, sebuah korek api yang dimantrai dahulu oleh Sulinggih, kemudian digunakan untuk menyalakan api/ kompor mayat.
  1. Bantennya sederhana: pejati, nasi angkeb, bubuh pitara, dius kamaligi, segehan manca warna. Biayanya sangat murah.
  2. Setelah mayat menjadi arang, diambil, dicuci, dibungkus kain putih, katuran tarpana, lalu nganyut ke segara, selesai.
  3. Di rumah mecaru, mabeakala, maprayascita, maka keluarga tidak kena cuntaka/ sebel.
  4. Bedanya dengan ‘Ngaben’ adalah upacara Makingsan ring Gni belum melepaskan roh dari ikatan Panca Mahabhuta, maka belum menggunakan upacara meseh lawang, belum menggunakan kajang, dan belum menggunakan kekitir ulantaga, namun sudah menggunakan tirta pengentas.
  5. Jadi kelak bila sudah ada kesempatan, perlu ngaben yang lengkap.
2. ‘Mekingsan ring Pertiwi’ atau ‘Mependem’, yaitu penguburan biasa, bantennya juga bisa lebih sederhana lagi, namun keluarga terkena cuntaka, minimal 3 hari, dan ada yang kena 11 hari, bahkan ada yang 42 hari, menurut bunyi prasasti kawitan masing-masing.
3. Mekingsan ring Gni dilaksanakan bila:
  1. Yang wafat adalah Jero Mangku atau orang yang sudah mawinten, karena beliau tidak boleh ditanam/ mekingsan ring pertiwi.
  2. Bila keluarga ybs sedang mempersiapkan upacara lain dalam waktu dekat: Dewa, Rsi, Pitra, Manusa, dan Bhuta yadnya, agar upacara tsb tidak terhambat karena cuntaka/ sebel.
  3. Bukan karena 3.1 dan 3.1 namun keluarga ybs belum bisa ngaben karena:
    • Tidak punya uang/ dana
    • Keluarga lain yakni tunggalan dadia banyak yang belum ngaben
    • Kejadiannya jauh di rantau, sulit melakukan upacara ngaben.

Senin, 11 November 2013

Pura Khayangan Jagat

Umumnya, yang kita sebut dengan jagat, sesuai dengan pengertian leluhur kita adalah Bali. Di Bali karena berkaitan dengan sejarah yang berusia panjang, pura Kahyangan Jagat digolong-golongkan dengan beberapa kerangka (konsepsi). Misalnya kerangka Rwa Bineda, kerangka Catur Loka Pala, Pura Sad Khayangan, Pura Dang Khayangan dan sebagainya


Pura Khayangan Rwa Bhineda

Pura Kahyangan Rwa Bineda adalah konsep pura dengan dua unsur kekuatan berbeda yang berfungsi untuk memotivasikan umat manusia agar mengupayakan kehidupan yang seimbang antara kehidupan mental spiritual dan kehidupan fisik material. Pura yang tergolong pura Rwa Bhineda yaitu Pura Besakih sebagai Pura Purusa untuk meningkatkan kesucian mental spiritual dan Pura Ulun Danu Batur sebagai Pura Pradana untuk memohon kemakmuran.


Pura Khayangan Catur Loka Pala 

Konsepsi Catur Loka Pala tak lepas dari konsep ruang yang menitik beratkan kepada esensi keseimbangan unsur semesta dengan merepresentasi arah mata angin. Selain sebagai konsep arsitektur, dalam Padma Bhuwana Tattwa, konsep Catur Loka Pala disebut-sebut sebagai konsep pemujaan terhadap Tuhan.

Konsep ini menitik beratkan tujuan pemujaan Tuhan sebagai pelindung dan menjaga rasa aman (raksanam). Catur Loka Pala merupakan simbolisasi dari empat arah mata angin yang utama seperti :purwa (timur), daksina (selatan), pascima (barat), dan uttara (utara)

Keempat arah ini dimaknai sebagai wujud pelindung alam semesta. Dengan kata lain, perlindungan Ida Sanghyang Widhi dengan segala aspek manifestasiNya tercermin dalam ruang gerak arah mata angin nyatur desa. 

Dengan demikian, Catur Loka Pala dalam pengertiannya sebagai empat hal yang menjadi pelindung alam semesta, di Bali diwujudkan dengan simbol empat pura yaitu : Pura Lempuyang, tempat memuja Tuhan di arah timur (purwa), Pura Luhur Batukaru, tempat memuja Tuhan di arah barat (pascima), Pura Andakasa, tempat memuja Tuhandi arah selatan (daksina), Pura Puncak Mangu, tempat memuja Tuhan di arah utara (uttara). 

Konsepsi Catur Loka Pala memiliki keterkaitan dengan Cadu sakti.  Secara etimologis, Cadu sakti berasal dari kata “cadu” dan “sakti”. “Cadu” berarti empat dan “sakti” berarti kekuatan atau kemahakuasaan.

Jadi Cadu Sakti adalah empat kekuatan atau kemahakuasaan ida sang hyang widhi wasa. Keempat kekuatan atau kemahakuasaan yang dimaksud, yaitu : Prabu sakti : sang hyang widhi bersifat maha kuasa, menguasai jagat, Wibhu sakti : sang hyang widhi bersifat maha ada meresap dan meliputi seluruh jagat, Jnana sakti : sang hyang widhi bersifat maha tau, mengetahui seglaa perbuatan kita, Kriya sakti : sifat sang hyang widhi maha karya, berbuat apa saja yang dikehendaki.




Pura Sad Khayangan
 
Kahyangan Jagat yang digolongkan Sad Kahyangan mempunyai landasan dasar berupa landasan filosofis: konsep Sad Winayaka menurut lontar Dewa Purana Bangsul dan landasan historis: sudah ada sebelum kedatangan Gajah Mada ke Bali tahun 1343 Masehi.   

Berdasarkan landasan ini Sad Kahyangan itu adalah Pura Besakih, Pura Lempuyang Luhur, Pura Goa Lawah, Pura Uluwatu, Pura Batukaru, Pura Pusering Jagat. Karena dasar dari landasan itu ada enam pura, makanya disebut Sad Kahyangan. Jadi, sad itu berarti enam, bukan sekedar nama tanpa arti.


Pura Dang Khayangan

Pura Dang Khayangan merupakan tempat suci untuk memuja perjalanan orang-orang suci seperti Rsi Markandeya, Mpu Kurutan, Mpu Gana, Mpu Beradah, Mpu Semeru, Danghyang Astapaka Sejarah berdirinya Pura Dang Khayangan, tidak terlepas dari ajaran Rsi Rna dalam agama Hindu. Sebagai wujud bakti, umat mendirikan tempat suci untuk memuja beliau. Pura tersebut didirikan di ashram atau tempat sang Dang Guru melakukan yoga semadi.

Yang termasuk Pura Dang Khayangan adalah Pura Dasar Bhuana, Pura Silayukti, Pura Candi Agung Gumuk Kancil, Pura Gunung Raung, Pura Bukit Sinunggal, Pura Rambut Siwi

Minggu, 10 November 2013

7 Cakra Utama

Mengenal Cakra

Dalam tubuh esoterik manusia, menembus lapisan aura, terdapat jalur energi yang di sebut meridian. Meridian adalah jalur lalu lintas energi dalam tubuh yang memiliki jalur, persimpangan dan pusat energi. Meridian berfungsi sebagai penghantar energi aura yang berasal dari sumbernya menuju ke lapisan paling luar. Pangkal atau terminal meridian yang menjadi sumber energi aura disebut dengan Cakra.

Cakra adalah pusat energi yang berputar dan selalu bergerak aktif di dalam tubuh esoterik. Sama dengan aura, cakra juga tidak bisa dilihat oleh orang awam. Jika aura berupa lapisan energi, maka cakra berupa titik yang menghasilkan aliran energi. Cakra disebut juga sebagai pusatnya energi aura berasal. Jika diibaratkan aliran sungai, cakra adalah hulu sungai yang menjadi sumber mata air. Sedangkan aura adalah aliran sungai yang mempunyai banyak manfaat untuk makhluk di sekitarnya. Jika sumber sungai tersebut terkotori maka aliran sungai juga akan mengalirkan aliran yang kotor pula. Jadi baik tidaknya energi aura sangat bergantung pada cakra.

Jumlah cakra di seluruh tubuh ada banyak sekali. Terlampau rumit bila harus di hapalkan satu persatu. Maka para master energi telah mengkategorikan menjadi 3 kelompok yang di sesuaikan dengan diameter cakra. Yaitu, cakra mayor (utama), cakra minor dan cakra mini. Dari ke tiga kategori tersebut yang paling penting untuk di ketahui adalah cakra mayor. Ada perbedaan pendapat, mengenai jumlah cakra mayor, diantaranya ada yang mengatakan jumlahnya hanya 7 cakra dan ada yang mengatakan 11 cakra. Tidak ada beda yang signifikan antara pendapat yang meyakini hanya ada 7 cakra mayor dan pendapat lain yang meyakini ada 11 cakra mayor. Pada penjelasan di halaman ini akan diuraikan tujuh cakra mayor di dalam tubuh manusia:

1.  Cakra Dasar

Cakra ini bergetar pada kecepatan terendah di antara cakra-cakra yang lain. Cakra dasar berhubungan dengan sebagian besar rangsang fisik. Cakra ini juga dikenal sebagai cakra pertama (sistem cakra berurutan dari dan bergerak dari bawah ke atas). Cakra dasar mempengaruhi tungkai, pinggul dan dasar tulang belakang. Cakra ini berhubungan dengan struktur tubuh manusia dan bersama dengan tulang, otot dan kulit membentuk tubuh manusia secara utuh.
     
Cakra dasar juga mempengaruhi gigi serta organ pengeluaran ginjal, rektum dan usus besar. Gangguan pada fungsi cakra dasar ini akan bermanifestasi sebagai radang sendi, gangguan tulang punggung, gangguan darah, kanker, kanker tulang, leukemia,  alergi,  gangguan pertumbuhan, vitalitas rendah, dan lambatnya penyembuhan luka dan patah tulang.

Secara psikologis mengatur kemampuan untuk mewujudkan harapan dan cita-cita. Jika kita takut dan ragu-ragu atas bayangan masa depan, maka sangat kecil kemungkinan untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan tersebut. Karena kita tidak memiliki keyakinan bahwa  tujuan dan cita-cita  yang kita impikan akan terwujud. Kita tak yakin bahwa Tuhan melalui mekanisme hukum fisika dan hukum metafisik akan mendukung. 
Cakra dasar berkaitan dengan berbagai kebutuhan untuk menyatu dengan alam semesta dan realita kehidupan. Jika cakra ini berputar dengan stabil untuk menghasilkan energi aura, maka dengan mudah dan percaya diri kita dapat menemukan apapun yang diperlukan. Tidak ada lagi ketergantungan pada benda-benda yang bersifat fisik. Hidup menjadi tenang dan tentram, karena benda-benda materi bukanlah tujuan utama. Melainkan hanyalah alat untuk bisa bertahan hidup di dunia.

2. Cakra Seks

Cakra seks berkaitan erat dengan fungsi dari organ reproduksi. Terletak dua jari di bawah pusar dan menurun sampai ke daerah kemaluan. Cakra seks mengatur sistem reproduksi, baik pria maupun wanita. Cakra ini bekerja sesuai dengan kesehatannya. Cakra seks terutama aktif selama masa pubertas, ketika sistem reproduksi mengalami perubahan-perubahan penting; selama konsepsi dan kehamilan; serta pada saat menopouse. Cakra dasar juga mempengaruhi kandung kemih dan sistem urine, masalah-masalah ginjal, ketidaksuburan, gangguan prostad, dan frigiditas.

Cakra ini berhubungan dengan penciptaan ide-ide kreatif manusia. Selain itu juga berkaitan dengan hasrat, minat, hobi dan semua bentuk kreativitas. Jika cakra yang satu ini bekerja sama dengan berbagai macam cakra yang lain, maka akan muncul bermacam kreativitas dalam bidang seni musik, lukis, fotografi dll. Akan tetapi untuk merasa bebas dalam berkreativitas, maka seseorang harus terlebih dahulu percaya diri. Dan percaya diri sangat erat kaitannya dengan cakra dasar. Sehingga cakra dasar yang negatif juga akan berpengaruh pada cakra seks.

Masalah-masalah pada cakra seks juga dapat menyebabkan keengganan atau bahkan ketidakmampuan untuk menjadi dekat secara emosional dengan orang lain. Hal ini bisa menimbulkan rasa kesepian. Jika cakra seks aktif secara normal, dia bisa mengantarkan kepada tingkat spiritualitas yang lebih tinggi. Yang tak hanya terpaku pada faktor fisik dan nikmat duniawi semata.

3. Cakra Solar Pleksus

Cakra solar pleksus terletak di bawah rongga dada. Di antara cakra yang lain, solar pleksus merupakan cakra yang paling sensitif. Hal ini karena solar pleksus berperan sebagai gudangnya energi yang bersifat emosional. Selain itu juga berperan sebagai tempat berprosesnya energi. Sekalipun Anda adalah orang awam yang kurang peka terhadap reaksi aktif cakra di tubuh. Cakra solar pleksus dapat disadari ketika perasaan takut muncul, perut akan berkontraksi. Seperti  terasa mual dan tidak enak di area perut. Cakra solar pleksus menyimpan berbagai emosi yang muncul akibat peristiwa yang menyakitkan, yang telah lama dialami. Sehingga membekas menjadi memori buruk.

Cakra solar pleksus membantu organ-organ yang terletak di rongga perut bagian atas agar berfungsi dengan benar. Dia mensuplai energi bagi lambung, hati, pankreas dan kantong empedu agar berfungsi sesuai dengan semestinya. Cakra solar pleksus juga mengendalikan sistem pemanas dan pendingin tubuh. Gangguan fungsi cakra ini akan bermanifestasi sebagai diabetes, tukak lambung, radang hati, penyakit jantung, dan penyakit lain yang terkait dengan organ-organ tersebut.

Cakra solar pleksus memberi rangsangan tekad dan motivasi untuk menghadapi segala tantangan kehidupan. Selain itu, kita agar lebih maju dan mampu mengenali kekuatan diri sendiri. Cakra solar pleksus yang sehat akan menjadikan kita percaya diri, mampu mengekspresikan diri dan menjadi tuan atas keinginan kita sendiri. Jika cakra solar pleksus tersumbat atau tidak lancar seseorang akan merasa tidak berdaya, minder dalam pergaulan dan kurang mampu menentukan arah.

Cakra solar pleksus berfungsi juga sebagai tempat informasi berupa ide dikonversi menjadi keyakinan. Pada cakra solar pleksus yang sehat, cenderung memunculkan sikap tidak fanatik yang berlebihan terhadap apa yang diyakininya. Cakra solar pleksus juga merupakan pusat energi karma. Dimana, jika kita melakukan hal yang baik maka vibrasi energi solar pleksus akan menyebarkan vibrasi kebaikan sehingga kita selalu  beruntung. Sebaliknya, jika kita melakukan keburukan maka solar pleksus akan menyebarkan vibrasi energi buruk sehingga kita cepat atau lambat akan menerima hal buruk dikarenakan atas karma/perbuatan yang telah kita perbuat pada masa lalu.



4. Cakra Jantung

Cakra jantung merupakan cakra yang menjadi penengah, antara tiga cakra fisik (cakra dasar, cakra seks, dan cakra solar pleksus) yang terletak di bagian bawah dengan tiga cakra keilahian di tubuh bagian atas (cakra tenggorokan, cakra ajna, dan cakra mahkota). Cakra ini terletak di sekitar tengah-tengah dada, di sebelah kanan jantung. Secara umum,  mempengaruhi fungsi kinerja organ jantung dan darah. Sebagaimana namanya, cakra ini mengendalikan fungsi jantung agar bekerja secara teratur dan efisien. Lebih lanjut cakra ini mengendalikan kerja sirkulasi darah, sistem paru-paru (pernafasan), dan sistem kekebalan tubuh (sistem imunitas). Gangguan fungsi cakra jantung akan bermanifestasi sebagai penyakit jantung dan gangguan peredaran darah.

Cakra jantung yang sehat akan menjadikan lebih mudah memaafkan orang lain dan menerima orang lain sebagaimana adanya, dan bukan seperti yang kita inginkan. Cakra jantung juga membantu kita agar dapat memiliki cinta yang universal kepada sesama. Bila cakra jantung berfungsi dengan semestinya. Kita akan menjadi penuh cinta, murah hati, gembira, dan hangat. Jika cakra jantung bekerja tidak semestinya maka akan menyebabkan was-was, mudah curiga, takut ditolak, tak punya rasa kasihan dan kesepian.
Cakra jantung menghubungkan manusia kepada entitas yang Maha Tinggi melalui cinta kasih tak bersyarat terhadap semua mahluk-Nya. Hal semacam ini sangat umum di jumpai pada seseorang yang mengabdikan pada masyarakat tanpa syarat. Seperti para Nabi, Agamawan dan orang-orang seperti Bunda Theresa, Sidharta Gautama, Mahatma Gandhi, Gusdur, Paus, Dokter, Guru dan orang-orang yang lain yang memiliki cinta kasih kepada sesama tanpa syarat.

Cakra jantung juga berperan penting menjaga hubungan baik dengan orang lain. Orang yang cakra jantungnya bekerja dengan baik, hidupnya akan selalu dipenuhi dengan cinta dan kasih sayang. Cakra ini membantu manusia untuk menunjukkan cinta yang lebih besar dan pemahaman terhadap orang lain dalam kehidupan, juga kepada manusia secara keseluruhan.

5. Cakra Tenggorokan

Cakra tenggorokan terletak di area leher. Cakra ini merupakan cakra pertama di antara tiga cakra yang berkaitan dengan hal-hal keilahian dan spiritualitas manusia. Peran cakra tenggorokan sangat penting di dalam menyampaikan maksud dan tujuan kepada orang lain. Dengan kata lain, cakra ini menyuarakan bentuk pikiran dan perasaan dalam berkomunikasi dengan orang lain, diri sendiri, dan lingkungan sekitar. Cakra ini juga sebagai kunci bagaimana berekspresi dalam menghadapi orang lain.

Sebagaimana terungkap dalam penamaannya, cakra ini secara fisik berfungsi mengatur performa manusia dalam berkomunikasi dengan orang lain. Juga mengontrol kemampuan alamiah dalam menggunakan intonasi, nada, dan ekspresi dalam berinteraksi dengan orang lain melalui suara. Cakra ini mengatur kerja eksofagus, trakea, pita suara dan semua organ yang lain yang digunakan untuk bicara seperti lidah. Dia juga mempengaruhi fungsi gigi, gusi, mulut dan sinus.

Cakra tenggorokan merupakan pusat pengendali utama terhdap apa yang kita komunikasikan dengan orang lain melalui ujaran, perkataan, dan apapun yang berkaitan dengan komunikasi suara. Ucapan tersebut apakah sesuai dengan apa yang kita pikirkan (keseriusan), ataukah hanya sebagai ujaran agar orang lain memperhatikan kita. Cakra tenggorokan juga mengendalikan perkataan yang penting dan sungguh-sungguh, atau hanya gurauan. Selain komunikasi secara fisik, cakra tenggorokan juga berpengaruh pada komunikasi secara internal/komunikasi kedalam batin sendiri.

Cakra tenggorokan erat kaitannya dengan mengekspresikan diri atas emosi yang di rasakan. Sehingga ketika seseorang marah bisa terlontar ucapan umpatan atau sebaliknya ucapan do'a untuk meredam amarahnya sendiri. Apapun itu, cakra tenggorokan merupakan jalur untuk mengkomunikasikan apa yang terjadi di dalam diri dengan dunia nyata. Jika cakra tenggorokan tidak berfungsi dengan baik akan mengakibatkan ketidakmampuan untuk menjadi diri sendiri yang sejati, tidak mampu mengungkapkan apa yang di rasakan sehingga muncullah gejala gagap, mengalami depresi, frustasi, kehilangan motivasi dan merasa tidak mampu dan tak berdaya dalam bertindak untuk mengejar impiannya.

6. Cakra Ajna

Cakra Ajna terletak di antara dua mata dan batang hidung. Di antara tiga cakra yang berhubungan dengan spiritualitas, cakra ini terletak pada urutan kedua. Cakra ini berperan besar dalam membangkitkan kemampuan spesial manusia yang berupa penglihatan terhadap alam/fenomena metafisika, sehingga cakra ini sering disebut sebagai “mata ketiga” manusia.  Cakra ini juga berkaitan erat dengan pandangan, intuisi, dan kemampuan melihat secara jelas dunia di sekeliling dan segala hal yang tersembunyi bagi mata orang awam.

Cakra ajna juga bertugas mengendalikan dan memberikan energi kepada kelenjar pituitari, kelenjar endokrin, dan sampai batas tertentu memberikan energi kepada otak. Cakra ajna juga memengaruhi mata dan hidung. Gangguan fungsi cakra ini bermanifestasi sebagai penyakit yang berkaitan dengan kelenjar endokrin seperti diabetes.

Pemberian energi pada cakra ini akan menyebar ke seluruh tubuh dan menyebabkan cakra lainnya berpendar dengan urutan kecepatan tertentu; dengan demikian memberikan energi ke seluruh tubuh. Oleh karena itu, dalam penyembuhan karismatik atau penyembuhan melalui doa, penyembuh menyentuh cakra mahkota, cakra dahi, atau cakra ajna penderita dengan jari-jari atau telapak tangan mereka. Aliran prana yang mendadak dan sangat kuat di daerah kepala bisa menyebabkan sebagian penderita kehilangan kesadaran.

Ketika kita belajar untuk mendengarkan suara hati dan mempercayai suara hati, cakra ajna menjadi lebih aktif dan berkembang. Pembersihan cakra ajna akan mengembangkan intuisi. Cakra ajna membantu kita berpikir dan mendapatkan perspektif yang lebih seimbang dan objektif. Sehingga cakra ajna akan membantu kita untuk mengambil keputusan dengan bijaksana. Oleh karena itu dengan bantuan cakra ajna kita bisa melihat apa yang kita yakini dan bukan apa yang kita lihat.

Ketika cakra ajna tidak berkembang atau bekerja dengan baik, hal yang akan dialami yaitu kita takut mempercayai intuisi dari dalam benak. Kita menjadi orang yang skeptis terhadap keyakinan yang muncul dari dalam batin. Oleh sebab itu seseorang dengan cakra ajna yang aktif mampu memahami makna kehidupan yang hakiki. Saat cakra ajna tidak berkembang dengan baik, membuat kita menjadi takut untuk percaya dengan intuisi, tidak yakin dengan apa yang dikatakan oleh batin kita, oleh suara hati kita sendiri.


7. Cakra Mahkota

Cakra mahkota adalah yang ketiga dari cakra mayor yang berkaitan dengan spiritualitas, selain itu cakra ini juga cakra yang terakhir. Pergerakan/tingkat keaktifan cakra mahkota merupakan kebalikan dari cakra dasar. 
Jika cakra dasar bergerak paling pelan di antara cakra yang lain. Maka cakra mahkota pergerakannya tercepat di antara cakra mayor yang lainnya. Cakra mahkota terletak di puncak kepala.

Kinerja cakra mahkota untuk mengatur fungsi otak pada bagian atas. Cakra ini sekaligus membantu melindungi otak agar tetap sehat dan aktif. Cakra mahkota yang tidak bekerja secara aktif mendatangkan berbagai masalah yang berkaitan dengan gangguan mental dan syaraf. Cakra ini menunjang tumbuhnya keyakinan yang besar pada diri sendiri. Cakra ini berpotensi untuk menggali dan mencari makna kehidupan bagi pemiliknya.

Secara fisik, cakra mahkota berfungsi mengendalikan dan memberikan energi kepada kelenjar pineal, otak dan seluruh tubuh. Cakra mahkota merupakan salah satu tempat masuk utama prana. Pemberian energi pada cakra mahkota mempunyai pengaruh seperti pemberian energi ke seluruh tubuh. Cakra mahkota membantu mengharmoniskan dan menormalkan cakra-cakra lainnya, sama seperti kelenjar pineal yang membantu penyeimbangan dan penormalan kelenjar-kelenjar endokrin lain dalam tubuh. Penelitian modern menunjukkan bahwa kelenjar pineal berhubungan dengan proses penuaan dan proses anti-penuaan.

Jika berfungsi dengan benar, cakra mahkota membuat kita merasakan bahwa kita lahir di dunia ini, di kota ini, dan di keluarga ini dengan alasan tertentu. Jika ada persoalan yang muncul kita bisa mengatasinya dengan penuh keyakinan. Dan bila cakra mahkota tidak berfungsi maka akan memunculkan perasaan hati yang remuk, kehilangan makna hidup, apatis, tidak bergairah dalam menjalani hidup.

Cakra mahkota merupakan pintu gerbang yang menghubungkan kita kepada sang pencipta, kepada entitas yang maha besar, yaitu Tuhan. Jika cakra mahkota sehat kita akan merasakan hubungan yang kuat dengan yang Ilahi. Melalui cakra mahkotalah kita mendapatkan pertolongan dan petunjuk dari Ilahi. Banyak yang berpendapat bahwa cakra mahkota merupakan pintu gerbang jiwa/ruh masuk dan bersemayam dalam tubuh jasmani. Dan ketika kita mati, maka jiwa/ruh juga akan meninggalkan raga melalui cakra mahkota. Sedangkan cakra mahkota yang tidak berfungsi akan menyebabkan seseorang merasa sangsi akan keberadaan Tuhan.