1. “Mekingsan ring Gni” adalah jenis
upacara Pitra Yadnya, di mana layon dibakar dengan ‘cita-agni’, yakni
api yang dimohonkan oleh Sulinggih kepada Bhatara Brahma.
Prakteknya, sebuah korek api yang dimantrai dahulu oleh Sulinggih, kemudian digunakan untuk menyalakan api/ kompor mayat.
- Bantennya sederhana: pejati, nasi angkeb, bubuh pitara, dius kamaligi, segehan manca warna. Biayanya sangat murah.
- Setelah mayat menjadi arang, diambil, dicuci, dibungkus kain putih, katuran tarpana, lalu nganyut ke segara, selesai.
- Di rumah mecaru, mabeakala, maprayascita, maka keluarga tidak kena cuntaka/ sebel.
- Bedanya dengan ‘Ngaben’ adalah upacara Makingsan ring Gni belum melepaskan roh dari ikatan Panca Mahabhuta, maka belum menggunakan upacara meseh lawang, belum menggunakan kajang, dan belum menggunakan kekitir ulantaga, namun sudah menggunakan tirta pengentas.
- Jadi kelak bila sudah ada kesempatan, perlu ngaben yang lengkap.
2. ‘Mekingsan ring Pertiwi’ atau
‘Mependem’, yaitu penguburan biasa, bantennya juga bisa lebih sederhana
lagi, namun keluarga terkena cuntaka, minimal 3 hari, dan ada yang kena
11 hari, bahkan ada yang 42 hari, menurut bunyi prasasti kawitan
masing-masing.
3. Mekingsan ring Gni dilaksanakan bila:
- Yang wafat adalah Jero Mangku atau orang yang sudah mawinten, karena beliau tidak boleh ditanam/ mekingsan ring pertiwi.
- Bila keluarga ybs sedang mempersiapkan upacara lain dalam waktu dekat: Dewa, Rsi, Pitra, Manusa, dan Bhuta yadnya, agar upacara tsb tidak terhambat karena cuntaka/ sebel.
- Bukan karena 3.1 dan 3.1 namun keluarga ybs belum bisa ngaben karena:
- Tidak punya uang/ dana
- Keluarga lain yakni tunggalan dadia banyak yang belum ngaben
- Kejadiannya jauh di rantau, sulit melakukan upacara ngaben.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar